Senin, 30 November 2015

Faktor Indonesia Menjadi Negeri Bajakan

Sesuai dengan judul, kali ini pengen bahas tentang soal pembajakan di Indonesia..
Sebelum lahirnya trit ini ada beberapa trit yang membahas soal pembajakan-pembajakan yang terjadi di Indonesia
Salah satunya trit agan galihy "Indonesia negeri Bajakan?" yang menurut ane cukup untuk merangkum fenomena pembajakan yang paling umum dan sangat mudah di temukan.

Dalam trit ini, ane mau mengajak agan dan sista saling sharing dan diskusi apa-apa yang menyebabkan Indonesia menjadi surganya barang bajakan. Trit ini bukan untuk mencari siapa yang salah dan benar atau apa yang hitam dan putih, dan juga sebaliknya bukan melakukan pembenaran terhadap pembajakan itu sendiri. Ane harapkan dari trit ini kita dapat membantu menyumbangkan pendapat, pertimbangan dan masukan untuk pihak yang berwenang, atau minimal untuk introspeksi diri kita sendiri. Soal solusi, biarlah orang-orang yang berkepentingan melakukan tindakan lebih lanjut. 

Jadi ane harapkan agan-sista mau mengeluarkan pendapat, sharing, sehingga minimal pendapat kita di sini dibaca oleh masyarakat umum dan pemerintah khususnya. 

Trit ini sengaja ane sempitkan mengenai audio, video (musik, video klip, film) dan software (PC, laptop dkk)
Beberapa fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia yang ane anggap turut melestarikan "pengilalang" file-file bajakan antara lain:


                   Mindset: Software itu gratis atau bonus dari pembelian PC/Laptop
                                                                 [Software]

Hal-hal ini berlaku untuk beberapa software besar seperti operating system (windows) dan beberapa software alat kantor (ex. Ms Office).
Masyarakat Indonesia secara personal bahkan ada sebagian instansi tidak (pernah) menyiapkan dana khusus untuk pembelian software. Pertanyaan paling sederhana, ketika anda membeli PC/laptop pernahkah terbesit menyisihkan dana untuk pembelian software-software tertentu..? Hal yang sering terjadi adalah membeli laptop "kosongan" (yang tentunya lebih murah) dan meminta sang penjual untuk menginstall software apa saja yang dirasa butuh. Lebih khusus lagi, apakah kaskuser pernah menemukan alokasi dana di instansi-instansi tertentu untuk pembelian sofware selain biaya pengadaan laptop..? jujur aja ane belum pernah melihatnya.. 

Ini berbicara tentang software dasar yak sebagai "kebutuhan primer" sebuah PC/laptop, belum lagi untuk kebutuhan sekunder seperti alat download, tools, utility, games dll. Dari sini sekiranya wajar bila software menjadi hal lumrah untuk dibajak karena mindset pemikiran yang telah terbentuk dan berakar sejak lama.


                                            Harga yang kurang bisa dijangkau
                                                              [Sofware]


Sudah menjadi hal lumrah bila software yang beredar di Indonesia adalah produk import, dan tentu saja harganya pun dinilai dalam bentuk dollar yang mana akan "membengkak" bila dikonversi menjadi rupiah. Ane ambil contoh seperti windows dan Ms. Office yang menjadi piranti lunak wajib di PC/laptop: Menurut Kompas tgl 3 Juni 2015 harga resmi Windows 10 versi Home sebesar Rp, 1,6 juta, sementara Windows 10 Professional dibanderol dengan harga Rp. 2,6 jt. Microsof Store mematok harga untuk Office 2016 Home & Student 2016 sebesar Rp. 1,599 jt, dan Home & Business 2016 di harga Rp. 3,799 jt. 

So, bila anda membeli sebuah laptop seharga Rp. 2,5 jg maka anda akan menghabiskan sekitar Rp 4 jt.beserta office, atau sekitar Rp. 5,5++ jt. bila anda membeli laptop tanpa operating sistem. Sama seperti di atas, ini hanya sofware dasar, belum untuk software "pelengkap" seperti antivirus,game dkk. 


                                          Terbatasnya Akses untuk Membeli
                                                          [Software - Audio]


Software terbaru yang beredar saat ini bukan lagi berbentuk "hardware" berbentuk CD/DVD yang telah tertera serial number, melainkan berbentuk digital yang harus di download dan diaktivasi secara online. Begitu pula dengan file-file musik yang dijual secara "eceran" di toko-toko online seperti iTunes. Tentu saja pembayarannyapun tidak lagi dalam bentuk "COD" tetapi secara online dengan (setau ane, CMIIW) kartu kredit maupun pembayaran online lainnya seperti paypal dkk.

Kartu kredit..? Masih menjadi barang mewah di mata masyarakat Indonesia, dan juga alat sebagian bank untuk "memeras" nasabahnya. Ane rasa juga sebagian besar masyarakat Indonesia tidak memunyai kartu kredit, bahkan ada yang tidak mengenal sistemnya. Meminjam kartu kredit pun ane rasa bukan solusi yang tepat. Akun pembayaran online ane rasa sudah cukup jelas, hanya sebagian kecil dari masyarakat Indonesia yang mengerti cara kerja akun-akun tsb. Di tambah lagi dengan kabar penipuan secara online, tambah dah "orang awam" trauma dengan jenis belanja online. Jadi, udah mahal trus ribet lagi, mending download krack, selesai perkara. Instant!!!


catatan dari ane :
Mungkin ada sebagian agan-aganwati yang menyarankan untuk menggunakan sofware gratis.
Yang jadi permasalahannya adalah seberapa "akrab" kita dengan software gratis seperti Linux misalnya.
Sampe seberapa jauh kita tahan menjadi "anti mainstream" di mana kita dituntut untuk menghadapi masalah umum.
dan ketika anda diajarkan komputer dasar..? software apakah yang di pakai...?

                                              Terbatasnya Ketersediaan Fasilitas
                                                            [Audio - Video]


Bagi agan-agan yang tinggal di kota besar mungkin akan sangat mudah menemukan toko-toko penjual CD atau Bioskop terdekat. Bahkan hanya sekedar beli makan pun akan disuguhkan dengan CD musik gratis, ditambah dengan menjamurnya beberapa bioskop ternama seperti 21,Cinemax, Blitz dkk. Sebagian kota di Jawa, Sumatera dan Bali mungkin dapat menikmati indahnya weekend bersama pasangan maupun keluarga di Bioskop, tapi bagaimana dengan masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. FYI hanya kota-kota besar/ibu kota di wilayah itu yang mempunyai Bioskop dan pusat belanja CD/DVD musik, kota-kota yang beruntung hanya akan mendapatkan jatuh satu bioskop di satu kota, bahkan ada yang tidak sama sekali. Hal ini diperparah dengan jauhnya jadwal penayangan, dan promosi-promosi di stasiun TV lokal yang seakan menambah "rasa ingin" ikut menikmati.

Jadi, di sebagian sisi pembajakan ini serasa memudahkan masyarakat Indonesia yang haus, tetapi seakan tidak mempunyai "gelas" untuk menikmati "air" hiburan yang ada. 


                                                                Kualitas Musik & Film 
                                                                     [Audio - Video]

Nah kalo ini ane mau menuntut balik produser baik lagu maupun film yang terus menuntut kita sebagai konsumen untuk selalu membeli produk original yang mereka tawarkan, secara khusus di Indonesia.

Pertanyaan ane, seberapa bagus kualitas musik dan film yang anda buat sehingga bisa kami nilai dengan uang...? 
Dari seni musik, bila agan-aganwati memang penggemar musik pasti tau dan punya donk file FLAC  dan pasti akan sangat terasa ketika anda mendengarkan kualitas audio yang dihasilkan antara lagu-lagu import dan lagu produk Indonesia. Ya jangan kejauhanlah, perbedaan "rasa" pun akan sangat terdengar antaramusik Indonesia produk 90an - 2000an dengan musik produksi 2010an ke atas. Di tambah dengan merebaknya band-band Indie yang mudah ditemukan di media sosial umum seperti Soundcloud yang mempunyai kualitas audio hampir setara dan bisa kita nikmati dengan gratis.

Trus sekarang apa yang anda tuntut dari para penikmat musik ketika kualitas audio "label" hanya 11-12 dengan kualitas "indie". Satu-satunya hal yang membedakan adalah kuantitas dari segi promo. Apa sekarang kita sebagai konsumen harus membeli karena menjadi "korban iklan" yang mainstream atau karena kualitas lagu dan rekaman yang anda tawarkan..?


Info :
FLAC itu merupakan Free Lossless Audio Codec yang mengklaim bisa menghasikan kualitas suara sekitar 50% dari hasil rekaman studio aslinya. Besar file FLAC bisa sekitar 20-50 MB/File, sangat jauh bila dibandingkan dengan format MP3 yang hanya 5-10 MB dengan tingkat "kematangan" hanya sekedar 5% dari kualitas audio original studonya.

Dari film produk Indonesia, ane teringat suatu pendapat umum "kalo nonton di bioskop tu film Indonesia aja,karena film barat lebih mudah di dapat HDRip bahkan file BlueRaynya". Tapi kembali ke pertanyaan tadi, seberapa bagus kualitas film Indonesia..? Kita bisa melihat orang berbondong-bondong ke bioskop untuk melihat film-film seperti "The Raid" atau film-film romantis berkualitas lainnya sehingga mendapatkan keuntungan. Lah kalo film Indonesia sebagian hanya menjual horor seks atau seks komedi..? Ya wajarlah anda merugi, kualitas hancur-hancuran kek gitu mau dapat untung.

Terakhir, ane di sini bukan untuk melakukan pembenaran.
Thread ini hanya ingin menjabarkan mengapa barang bajakan begitu menyebar luas di Indonesia.
Beruntunglah agan-aganwati yang sanggup mengunakan dan membayar barang original, tapi ingat ada sebagian besar masyarakat yang hanya mampu menikmati barang bajakan karena keterbatasan diri atau keterbatasan akses.

Ane harap seperti yang ane sebut di awal..
Bukan kita mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, bukan kita bangga atau mencaci, bukan menaati dan melarang..
Ibarat kata ada sungai besar yang harus kita seberangi, sebagian mampu untuk melewatinya karena ada jembatan dan kendaraan, tetapi sebagian lainnya hanya mampu untuk menumpang rakit-rakit ilegal. 


Pemerintah telah berusaha memberantas akses-akses pembajakan.. 
Masalahnya sekarang sudahkah mereka dan juga kita memikirkan bagaimana agar barang original itu mudah didapat dan layak..? 



Makasih.. 
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar